✔ Aturan Merayakan Hari Valentine Dalam Islam


Berikut ini tanya jawab ihwal bagaimana aturan merayakan valentine day dalam pandangan silam





Pertanyaan





Apa hukum
merayakan hari Valentine?





Teks
Jawaban





Alhamdulillah





Pertama:





Hari
Valentine yakni hari raya bangsa Romawi jahiliah. Hari tersebut terus
berlangsung sampai masuknya bangsa Romawi ke dalam agama Nashrani. Hari ini
sendiri terkait dengan seorang pastur yang berjulukan Valentine yang dieksekusi mati
pada tanggal 14 Februari 270 M. Hingga sekarang hari tersebut masih dirayakan
orang-orang kafir dan mereka sebarkan perbuatan zina serta kemungkaran di
dalamnya.





Kedua:





Seorang
muslim dihentikan merayakan perayaan-perayaan orang kafir. Karena perayaan
merupakan penggalan dari syariat yang harus terikat dengan ketentuan nash.





Syaikhul
Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Hari-hari raya termasuk perkara
syariat dan pedoman yang yang Allah Ta’ala firmankan,





لِكُلٍّ
جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا  (سورة المائدة: 48)





“Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” SQ.
Al-Maidah: 48





Dia juga
berfirman,





لِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ  (سورة الحج: 67)





“Bagi
tiap-tiap umat telah Kami memutuskan syari’at tertentu yang mereka lakukan.” SQ.
Al-Hajj: 67





Seperti
kiblat, shalat dan puasa. Maka, tidak ada bedanya, kalau mereka ikut serta dalam
hari raya dengan ikut serta dalam ritual lainnya. Karena oke dengan seluruh
hari raya mereka mereka, berarti oke dengan kekufuran, oke dengan
sebagian cabangnya, berarti oke dengan sebagian cabang kekufuran. Bahkan
hari raya merupakan kekhasan sebuah syariat dan syiarnya yang paling tampak.
Menyutujuinya berarti menyutujui syariat kekufuran yang paling khas dan paling
tampak. Tidak diragukan lagi bahwa menyetujui kasus ini, akan berujung kepada
kekufuran secara umum.





Pada
dasarnya, minimal kasus ini merupakan maksiat. Adanya kekhususan ini telah
diisyaratkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,





إن لكل
قوم عيدا وإن هذا عيدنا





“Setiap
kaum mempunyai Id, dan ini yakni Id  kita.”





Bahkan
masalah ini lebih jelek dibanding partisipasi mereka dalam menggunakan pakaian
khusus ahluzzimmah (warga negara yang kafir) dan gejala lainnya. Karena
ciri-ciri tersebut yakni tambahan saja dan bukan penggalan dari agama. Tujuan
masalah ini yakni biar seseorang mempunyai perbedaan yang terang antara muslim
dan kafir. Adapun hari raya orang kafir yakni merupakan penggalan agama yang
dilaknat dan juga para pengikutnya. Maka menyetujuinya, berarti oke dengan
sesuatu yang menjadi kekhasan mereka dan menjadi lantaran turunnya kemurkaan Allah
dan azabnya.” (Iqtidha Shirathal Mustaqim, 1/207)





Beliau
(Syaikhul Islam Ibnu Taimiah) rahimahullah berkata, “Tidak halal bagi
seorang muslim untuk ibarat mereka (orang kafir) dalam kasus yang khusus
hari raya mereka, apakah dalam hal makanan, pakaian, mandi, menyalakan api,
atau menghentikan kebiasaan mirip pekerjaan atau ibadah atau lainnya. Tidak
halal juga melaksanakan resepsi, memperlihatkan hadiah, menjual sesuatu yang dapat
menolong mereka dalam melaksanakan hal tersebut. Tidak membiarkan bawah umur dan
semacamnya bersuka cita dalam hari raya tersebut, tidak pula boleh menampakkan
perhiasan.





Kesimpulannya,
mereka dihentikan melaksanakan suatu syiar terkait hari raya yang khusus buat
mereka. Hendaknya hari raya mereka bagi kaum muslimin tak ubahnya seperti
hari-hari lainnya, tidak dikhususkan oleh kaum muslimin dengan sesuautu yang
menjadi kekhasan mereka.” (Majmu Fatawa, 25/329)





Al-Hafiz
Az-Zahabi rahimahullahu berkata, “Jika kaum nashrani mempunyai hari raya,
dan Yahudi memiiki hari raya yang khusus bagi mereka, maka seorang muslim tidak
boleh berpartisipasi di dalamnya, sebagaimana kaum muslimin tidak
berpartisipasi dalam syariat dan kiblat mereka.” (Tasybihul Khasis Bi
Ahlil Khamis, Majalah Al-Hikmah, 4/193)





Hadits
yang diisyaratkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, diriwayatkan oleh Bukhari
(952) dan Muslim (892), dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, “Aisyah
radhiallahu anha berkata, ‘Abu Bakar tiba dan di hadapan saya ada dua anak
gadis budak yang sedang berdendang dengan lagu yang biasa didendangkan kalangan
Anshar pada perang Bu’ats.’ Aisyah berkata, ‘Keduanya bukan penyanyi.’ Maka Abu
Bakar berkata, ‘Apakah layak ada seruling setan di rumah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam?’ Maka Rasulullah shallalalhu alaih wa sallam bersabda, 





يَا أَبَا
بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا





“Wahai
Abu Bakar, sebenarnya bagi setiap kaum ada hari rayanya, dan hari ini adalah
hari raya kita.”





Abu Daud
(1134) meriwayatkan dari Anas radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam tiba ke Madinah. Mereka mempunyai dua hari untuk
melakukan permainan. Beliau bertanya, ‘Apa dua hari ini?’ Mereka berkata,
“Kami melaksanakan permainan pada kedua hari ini pada masa jahiliah.’ Maka
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,





إِنَّ
اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الأَضْحَى ،
وَيَوْمَ الْفِطْرِ





“Sesungguhnya
telah menggantikan untuk kalian dua hari raya yang lebih baik dari kedua hari
itu; Idul Adha dan Idul Fithri.” (Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albany
dalam Shahih Abu Daud)





Hal ini
menunjukkan bahwa Id mempunyai kekhususan yang menjadi keistimewaan setiap umat
dan bahwa tidak dibolehkan merayakan hari raya orang-orang jahiliah dan
orang-orang musyrik.





Sejumlah
ulama telah berfatwa haramnya merayakan hari Valentine,  di antaranya;





1. Syekh
Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya sebagai berikut; “Belakangan ini
ramai dilaksanakan perayaan hari Valentine, khususnya di kalangan mahasiswi.
Dia merupakan perayaan orang-orang Nashrani. Pakaian seluruhnya berwarna pink;
Baju dan sepatu. Lalu mereka saling bertukar bunga warna merah. Kami mohon anda
menjelaskan aturan merayakan perayaan mirip ini dan apa nasehat anda kepada
kaum muslimin terhadap perkara-perkara mirip ini. Semoga Allah menjaga dan
memelihara anda.





Beliau
menjawab, “Merayakan hari Valentine dihentikan lantaran beberapa sebab;





Pertama:
Dia yakni perayaan bid’ah yang tidak ada landasannya dalam syariat.





Kedua:
Dia mengajak perbuatan cinta dan asmara.





Ketiga:
Dia mengajak orang untuk menyibukkan diri dengan perbuatan rendah yang
bertentangan dengan petunjuk kaum salaf radhiallahu anhum (yang mengajak
perbuatan bermanfaat).





Maka
tidak halal bagi mereka pada hari mirip ini menghidupkan seremonial Id
seperti makanan, minuman, saling memberi hadiah dan selainnya.  





Hendaknya
setiap muslim mempunyai pujian terhadap agamanya dan jangan bersifat plin
plan mengikuti arus. Aku mohon kepada Allah Ta’ala semoga kaum muslimin
dilindungi dari segala fitnah, yang tampak maupun tersembunya. Dan biar kita
selalu berada di bawah proteksi dan taufiqnya.” (Majmu Fatawa Syaikhul
Islam Ibnu Utsaimin, 16/199)





2. Lajnah
Daimah ditanya, “Sebagian masyarakat pada tanggal 14 Februari, 2/14 setiap
tahun masehi merayakan hari Valentine (Valentine Day). Mereka saling memberi
hadiah bunga, menggunakan pakaian merah dan mengucapkan selamat satu sama lain. Di
sebagian kios juga dijual gula-gula berwarna merah dan digambar hati, bahkan
ada sebagian kios menciptakan iklan barangnya dengan mengkhususkan hari ini. Apa
pendapat anda;





Pertama:
Merayakan hari ini?





Kedua:
Membeli barang dari daerah tersebut.





Ketiga:
Penjual (yang tidak ikut merayakan perayaan tersebut) menjual barang-barang
yang akan mereka jadikan sebagai barang yang akan dihadiahkan pada hari
tersebut. 





Mereka
menjawab, “Dalil yang tegas dalam Al-Quran dan Sunah menunjukkan, dan
inilah yang menjadi ijmak salafushaleh, bahwa hari Id dalam Islam hanya ada dua
saja; yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Selain keduanya, baik yang terkait
dengan individu, kelompok, suatu bencana atau atas nama apapun jua, maka dia
merupakan Id yang bid’ah, dihentikan bagi orang Islam untuk melakukannya,
menyetujuinya, menampakkan kegembiraan dengannya serta menolongnya sedikitpun.
Karena hal itu merupakan perilaku melampaui batas Allah dan siapa yang melampaui
batas batasan-batasan Allah, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Jika
hari raya yang di ada-adakan itu ternyata juga merupakan hari raya orang kafir,
maka itu yakni dosa di atas dosa, lantaran di dalamnya terdapat perilaku menyerupai
mereka dan termasuk bentuk wala (patuh) kepada mereka sedangkan Allah telah
melarang kaum muslimin ibarat mereka dan taat kepada mereka dalam kitabnya
yang mulia.





Terdapat
riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ia bersabda,





من تشبه
بقوم فهو منهم





“Siapa
yang ibarat suatu kaum, maka dia termasuk penggalan mereka.”





Hari
Valentin termasuk yang telah disebutkan di atas, lantaran dia asalnya merupakan
hari raya penyembah berhala di kalangan Nashrani. Maka tidak halal bagi orang
yang beriman kepada Allah dan hari final merayakannya, atau menyetujuinya, atau
mengucapkan selamat. Tapi yang wajib yakni meninggalkannya dan menjauhinya
sebagai bentuk mentaati permintaan Allah  dan RasulNya serta menjauh dari
sebab-sebab marah Allah dan azabNya. Sebagaimana diharamkan bagi seorang muslim
untuk memperlihatkan tunjangan pelasanaan hari raya mereka atau perayaan-perayaan
lainnya yang diharamkan dalam bentuk apapun, apakah dengan makanan, minuman,
menjual,membeli, menyebarkan sesuatu, surat menyurat, iklan atau selainnya.
Karena semua itu merupakan bentuk saling tolong menolong dari dosa dan
permusuhan dan bermaksiat kepada Allah dan RasulNya. Allah Ta’ala berfirman,





وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (سورة المائدة: 2)





“Dan
tolong-menolonglah kau dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kau kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” SQ. Al-Maidah: 2





Wajib
bagi setiap muslim berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunah dalam semua
kondisi, khususnya ketika banyak terjadi fitnah dan kerusakan. Hendaknya dia
cerdas dan waspada biar tidak terjerumus dalam kesesatan yang dimurkai serta
kesesatan dan kefasikan, yaitu mereka yang tidak berharap kemuliaan dari Allah
dan tidak mempunyai harga diri dalam Islam. Setiap muslim hendaknya kembali
kepada Allah Ta’ala dengan selalu memohon hidayah, keteguhan, karena
sesungguhnya tidak ada yang sanggup memberi hidayah kecuali Allah dan tidak ada yang
meneguhkan kecuali Dia.”





3. Syekh
Ibnu Jibrin hafizahullah ditanya, “Kini dikalangan muda mudi kami banyak
yang merayakan hari Valentin. Valentin yakni nama seorang pastor yang
diagungkan oleh orang Nashrani. Mereka merayakannya setiap tanggal 14 Februari,
saling tukar menukar hadiah dan bunga merah. Mereka mengenakan pakaian merah.
Apa aturan merayakannya dan saling memberi hadiah padahari itu seta meramaikan
hari tersebut?





Beliau
menjawab;





Pertama:
Tidak boleh merayakan perayaan-perayaan bid’ah mirip itu, lantaran dia
merupakan bid’ah yang diada-adakan dan tidak ada landasannya dalam syariat.
Maka dia termasuk dalam hadits Aisyah radhiallahu anha, sebenarnya Nabi
shallallahu alaihi wa sallambersabda,  





من أحدث
في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد





“Siapa
yang mengada-adakan sesuatu yang gres dalam anutan (agama) kami, maka dia
tertolak.”





Maksudnya
adalah tertolak dari orang yang mengadakannya.





Kedua:





Di
dalamnya terdapat tindakan ibarat orang-orang kafir dan taklid serta
mengagungkan mereka menghormati hari-hari raya mereka dan moment-moment khusus
mereka serta ibarat mereka dalam hal yang menjadi kekhususan dalam agama
mereka. Disebutkan dalam hadits,





من تشبه
بقوم فهو منهم





“Siapa
yang ibarat suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.”





Ketiga:





Lebih
dari itu, perayaan tersebut mengandung aneka macam kemungkaran, kerusakan, seperti
pesta pora, nyanyian dan music, kesombongan, campur baur pria wanita
dengan dandanan seronok di depan non mahram dan perkara-perkara haram lainnya.
Atau perayaan mirip ini juga sanggup menjadi sarana terjadinya zina dan
mukadimahnya. Hal tersebut tidak dibenarkan hanya dengan alasan mencari hiburan
dan selingan serta ratifikasi mereka bahwa mereka sanggup menjaga diri. Karena
perbuatan tersebut tidak benar. Maka siapa yang sayang terhadap dirinya,
hendaknya dia menjauhi perbuatan dosa dan sarana-sarananya.  





Beliau berkata, “Berdasarkan hal tersebut, maka dihentikan menjual aneka macam hadiah dan bunga, kalau dia mengetahui bahwa pembelinya merayakan dengan itu semua hari-hari raya mereka atau menjadikannya sebagai hadiah atau memuliakan hari tersebut dengannya. Agar sang penjual tidak termasuk orang yang berpartisipasi dalam perbuatan bid’ah tersebut. Wallahua’lam. Sumber : https://islamqa.info/


Belum ada Komentar untuk "✔ Aturan Merayakan Hari Valentine Dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel