✔ Dampak Bullying Terhadap Psikologi Mahasiswa
PENDAHULUAN
Kami menciptakan artikel dengan judul
Pengaruh Bullying terhadap Psikologi
Mahasiswa di UIN Sunan Ampel Surabaya lantaran kini ini kasus bullying sedang
marak terjadi di banyak sekali kalangan di Indonesia. Baru-baru ini media massa di
gemparkan dengan kasus Audrey yang di bully lantaran problem percintaan, yang menginspirasi
kami untuk menciptakan artikel dengan judul tersebut.
Kami menciptakan penelitian wacana kasus bullying lantaran kini ini banyak
remaja yang suka membully orang lain tanpa menyadarinya, dan biasanya seseorang
yang di bully itu merasa sakit hati.
Ketika kami akan melaksanakan penelitian,
kami kesulitan dalam mendapat responden, lantaran target responden kami ialah
mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, sedangkan dikala kami akan melakukan
penelitian, jadwal kuliah sudah libur sehingga kami menciptakan angket online yang
kami sebarkan melalui grup WhatsApp, sesudah itu di isi oleh beberapa mahasiswa
UIN Sunan Ampel Surabaya sehingga kami bisa melaksanakan penelitian tanpa bertatap
muka.
Bullying merupakan sikap bernafsu yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok
terhadap orang-orang atau kelompok lain yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan cara menyakiti fisik maupun mental.
Topik bullying tidak pernah habis dari masa ke masa. Setiap tahun selalu
ada kasus-kasus gres wacana sikap penerima didik yang diketegorikan sebagai
perilaku menyimpang, dilakukan secara sengaja dengan niat untuk melemahkan
korban, mempermalukan, dan dilakukan berulang-ulang. [1]
Tindakan bullying terutama di Institusi pendidikan banyak mengundang
keprihatinan dari banyak sekali kalangan. Sejak diadakan penelitian mengenai
bullying pertama di eropa pada tahun 1970, hingga kini kasus pembullyan menjadi
perhatian dunia pendidikan maupun masyarakat luas.
Bentuk pembullyan itu bermacam-macam,
mulai dari mengejek, menghina dengan kata-kata yang menyakitkan bahkan memukul
atau menyakiti fisik seseorang. Dahulu ketika ospek banyak terjadi pembullyan,
seperti mahasiswa gres disuruh menggunakan atribut yang menciptakan mahasiswa baru
merasa malu, dan dieksekusi ketika melaksanakan kesalahan menyerupai tidak memakai
atribut yang ditentukan dan tiba terlambat ketika ospek. Ketika menghadapi
hal tersebut, mahasiswa gres akan mengingatnya terus menerus dan bisa jadi
mereka bisa membenci bahkan balas dendam kepada abang senior yang telah membullynya.
Hal tersebut karenanya menciptakan pemerintah bertindak tegas terhadap perguruan
tinggi yang mengadakan ospek dengan kekerasan. Setelah itu Kementrian Ristek
dan Teknologi mengirim surat edaran larangan melaksanakan ospek dengan kekerasan
yang ditujukan kepada perguruan tinggi tinggi
negeri maupun swasta (Kemenristekdikti, 2016) sehingga dikala ini ospek sudah
tidak dilakukan dengan kekerasan, lantaran tujuan ospek ialah memperkenalkan
mahasiswa gres dengan kehidupan dan aturan-aturan yang ada di di dalam kampus.
Konsep
bullying pertama kali diperkenalkan
oleh Olweus pada tahun 1973, yang diartikan sebagai suatu bentuk dari perilaku
agresif yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan individu merasa kesusahan,
terjadi berulang kali dalam suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan
kekuatan maupun kekuasaan[2].
Meningkatnya kasus bullying tidak
terlepas dari pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan bullying, seperti pelaku, korban, pelaku-korban, dan pengamat atau
yang dikenal dengan sebutan bystanders.
Kata
bullying berasal dari Bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng
yang bahagia merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi
kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan
secara terminology definisi bullying berdasarkan Ken Rigby dalam Astuti (2008 ; 3,
dalam Ariesto, 2009) ialah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini
diperlihatkan ke dalam aksi, mengakibatkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara eksklusif oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang”.
Bullying ialah bentuk-bentuk sikap kekerasan dimana terjadi
pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok
orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. Pelaku bullying
yang biasa disebut bully bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia
atau mereka mempersepsikan dirinya mempunyai power (kekuasaan) untuk melakukan
apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak
yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan oleh bully. (Jurnal
Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005 ; 8, dalam
Ariesto 2009).[3]
Kebanyakan
bullying dilakukan oleh siswa maupun
mahasiswa, lantaran siswa maupun mahasiswa sedang menginjak masa remaja, di mana
pada masa tersebut perkembangan emosi sedang naik dan masih mencari jati
dirinya. Masa remaja ialah masa peralihan darimasa
kanak-kanak ke masa remaja dimana perubahan secara fisik dan psikologis
berkembang (Monks, 2014).[4]
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang di
awali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual)sehingga bisa bereproduksi.
Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja ini mencakup (a) remaja awal: 12-15
tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir: 19-22 tahun. Sementara
Salzaman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap
tergantung (dependence) terhadap
orang renta ke arah kemandirian (independence),
minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai
estetika dan isu-isu moral. Dalam budaya Amerika, periode remaja ini di pandang
sebagai “Strom dan Stress”, putus asa dan penderitaan, konflik dan krisis
penyesuaian, mimpi dan bengong wacana cinta, dan perasaan teralineasi
(tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang remaja (Lustin Pikunas, 1976).[5]
Mahasiswa
sendiri merupakan penerima didik yang sedang mengikuti proses mencar ilmu mengajar
di perguruan tinggi tinggi. Berdasarka usia, mahasiswa S-1 usianya sekitar 19-22
tahun. Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap remaja dan
selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap
perbuatan-perbuatannya, yakni sudah sanggup dikenai sanksi-sanksi pidana tertentu
apabila melanggar peraturan hukum.
Apabila perilaku
bullying dibiarkan begitu saja, maka akan menimbulkan masalah lantaran dampaknya akan
berpengaruh pada perkembangan jiwa. Pelaku bullying bisa berpotensi
menjadi pribadi yang bertindak sesuka hatinya. Jika hal-hal ini terus dibiarkan
dalam tatanan kehidupan mereka maka akan menimbulkan pelaku tumbuh menjadi
pelaku kriminal atau sosok penguasa yang tak punya tenggang rasa terhadap orang lain. Pelaku bullying akan menganggap bahwa
cara penyelesaian masalah yang paling baik ialah dengan cara-cara kekerasan
atau pelaku beranggapan dengan mengintimidasi orang lain maka akan memenuhi
keinginannya. Hal ini akan mendorong sifat jelek yang akan terbawa hingga
dewasa dan menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat.[6]
Metode
Penelitian
Jenis penelitian kami ialah penelitian
korelasional dengan menggumpulkan data serta menentukan dan menentukan antara
hubungan serta tingkat hubungan dua variabel maupun lebih. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah mahasiswa pernah membully atau tidak, apakah
alasan mahasiswa untuk membully, apakah mahasiswa pernah di bully, bagaimana
perasaan mahasiswa ketika di bully. Jumlah sampel yang di dapatkan ialah
sebanyak 16 mahasiswa.
Pengumpulan data dengan menggunakan
angket yang kami sebar secara online. Sasaran kami ialah para mahasiswa
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Proses penelitian yang kami
lakukan berlangsung pada tanggal 27 Mei 2019 hingga tanggal 1 Juni 2019.
Hasil
dan Pembahasan
Hasil
Penelitian
Tabel
1. Distribusi
data pernah atau tidanya mahasiswa membully
No | Kategori | Frekuensi | Presentase |
1 | Pernah membully | 9 | 56% |
2 | Tidak pernah membully | 7 | 45% |
Hasil
penelitian pada tabel 1 mengatakan bahwa sebagian besar responden pernah
membully dengan jumlah 9 responden (56%) dan responden yang tidak pernah
membully berjumlah 7 responden (45%).
Tabel 2. Distribusi
data alasan membully
No | Kategori | Frekuensi | Presentase |
1 | Bercanda | 8 | 50% |
2 | Sifat Korban Menjengkelkan | 3 | 20% |
3 | Tidak pernah | 5 | 30% |
Hasil
penelitian pada tabel 2 mengatakan bahwa sebagian besor responden hanya
bercanda ketika membully dengan jumlah 8 responden (50%), lantaran sifat korban
menjengkelkan berjumlah 3 responden (20%) dan tidak pernah membully berjumlah 5
responden (30%).
Tabel 3. Distribusi
data perasaan ketika di bully
No | Kategori | Frekuensi | Presentase |
1 | Sedih/tertekan/stress | 7 | 46% |
2 | Termotivasi | 1 | 8% |
3 | Biasa saja | 4 | 23% |
4 | Tidak tahu | 4 | 23% |
Hasil penelitian pada tabel 3
menunjukkan bahwa perasaan ketika di bully sedih/tertekan/stress berjumlah 7 responden
(46%), termotivasi berjumlah 1 responden (8%), biasa saja berjumlah 4 responden
(23%) dan tidak tahu lantaran tidak pernah di bully berjumlah 4 responden (23%).
Pembahasan
Hasil penelitian mengatakan bahwa
sebagian besar responden pernah membully dengan jumlah 9 responden (56%) dan
responden yang tidak pernah membully berjumlah 7 responden (45%). Jelas Budaya
membully masih sering terjadi. Berbagai alasan melatar belakangi prilaku
seperti ini. Dari data yang kami ambil prilaku bullying masih berupa bentuk
verbal dan kami belum menemui prilaku bullying dengan melibatkan kontak fisik
atau bisa di sebut dengan kekerasan. Namun bukan berarti hal ini tidak dapat
mempengaruhi Psikologis dari korban. Berikut paparan data alasan mengapa
mahasiswa membully dan kondisi psikologis korban bullying. Pelaku bullying cenderung
tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan, selalu
ingin unggul dan mendominasi, dan tidak bisa menghargai orang lain. Pelaku bullying
biasanya mempunyai sikap hiperaktif, impulsif, kehilangan konsentrasi, dan
memiliki pengalaman kekerasan di masa lalu.[7]
Hasil penelitian mengatakan bahwa
sebagian besor responden hanya bercanda ketika membully dengan jumlah 8
responden (50%), lantaran sifat korban menjengkelkan berjumlah 3 responden (20%)
dan tidak pernah membully berjumlah 5 responden (30%). Hal ini justru hanya
akan semakin memperburuk keadaan. hanya 8% hahasiswa yang merasa dirinya
termotivasi lantaran ia dibully, tentu hal ini bukanlah hal yang baik. Jika mereka
menghukum sahabat mereka dengan membully itu bukanlah pilihan yang tepat. Jalan
yang terbaik ialah dengan cara mengingatkan sahabat mereka yang mempunyai sifat
menjengkelkan serta menasehatinya dan tentunya melalui tutur kata yang baik. 30%
Mahasiswa menyatakan tidak pernah membully., 23 % Mahasiswa tidak pernah
merasakan di bully, dan 23% sisanya mereka mereasa biasa saja dikala di bully
namun hal ini tergantung pada siapa yang membully mereka. Jika sahabat – teman
dekat mereka yang melakukannya mereka menganggap hal ini biasa saja. Namun jika
yang membully mereka orang lain tentunya mereka mencicipi duka dan kesal
secara bersamaan.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Meskipun sebagian besar alasan mengapa
Mahasiswa membully hanya karna sekedar bercanda. Namun bukan berarti bercanda
tidak menimbulkan masalah. Hal ini terbukti lantaran 46% Mahasiswa merasa sedih
tertekan jawaban dibully. Alasan lainnya
mengapa Mahasiswa membully lantaran tingkah sahabat mereka yang menjengkelkan adalah
hal yang terburuk. Hal ini tidak akan merubah pperilaku menjengkelkan teman
mereka namun hal ini hanya akan semakin memperburuk keadaan. Hanya sedikit
Mahasiswa yang mengaku tidak pernah membuli.
Saran
Bersenda gurau dikala berkumpul bersama
kawan memanglah mengasyikan, namun tak lantas membully sahabat ialah tidakkan
yang masuk akal di lakukan. Mereka akan terlihat baik – baik saja di awal namun saat
hal ini terus berlangsung kita sanggup melukai perasaan mereka. Sebaiknya kita
dapat menjaga tutur kata kita dikala bercanda semoga tidak lepas kendali saat
berucap dan secara tidak eksklusif sanggup melukai mitra kita.
Referensi
Permata,
S. (2017). Fenomena Bullying Siswa :
Sudi wacana Motif Perilaku Bullying di Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Painan, Sumatera Barat. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.
2, 2
Firsta,
F. (2017). Bullying dan Kesehatan Mental pada Remaja Sekolah Menengah Atas di
Banda Aceh. 3, 3-7
Zain,
Z. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. 2, 31-33
Eunike,
T. (2018). Hubungan Bullying dengan Kepercayaan Diri pada Remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri
10 Manado. Jurnal Keperawatan. 6, 2-5
Yusuf,
Syamsu. 2011, Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya)
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah
Sosial Anak, (Jakarta : Kencana Prenanda Media Grup)
Sufriani.
(2017). Faktor yang Mempengaruhi Pengaruh
Bullying Pada Anak Usia di Sekolah Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh.
3, 3-4
Masin.
(2013). Fenomena Bullying dalam
Pendidikan. 6, 2-3
Eli, W. (2017). Pengaruh Bullying terhadap Moralitas Siswa
pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Darul Hikmah Kabupaten Aceh Jaya. 10-12
[1]
Yuli Permata Sari, Fenomena Bullying Siswa : Sudi wacana Motif Perilaku Bullying di
SMP Negeri 01 Painan, Sumatera Barat. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Edisi 2, November 2017,
hal. 2
[2]
Firsta Faizah, Zaujatul
Amma, Bullying dan Kesehatan Mental pada
Remaja Sekolah Menengah Atas di Banda Aceh. Edisi 3, Maret 2017, hal. 3
[3] Ela Zain Zakiyah, Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam
Melakukan Bullying, Edisi 2, Juli 2017, hal. 131
[4]
Aprillia Eunike Tajawulan, Hubungan Bullying dengan Kepercayaan Diri
pada Remaja di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Manado. Jurnal Keperawatan, Edisi 6, Mei 2018,
hal. 2
[5] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011),hlm. 184
[6] Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kencana
Prenanda Media Grup, 2010), hlm. 102
[7] Sufriani, Faktor yang Mempengaruhi Pengaruh Bullying Pada Anak Usia di Sekolah
Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, Edisi 3, 2017, hlm. 3
Belum ada Komentar untuk "✔ Dampak Bullying Terhadap Psikologi Mahasiswa"
Posting Komentar