✔ Kebijakan Mendikbud Ihwal Sistem Zonasi Tahun Anutan 2020/2021
Berikut tanya jawab wacana kebijakan gres system zonasi dalam penerimaan peserta didik gres tahun aliran 2020/2021 yang merupakan salah salah satu poin dari “Merdeka Belajar”.
Apa perubahan yang paling faktual dari peraturan yang baru?
Jawab:
Dalam Permendikbud terbaru terkait PPDB, Pemerintah Pusat memperlihatkan fleksibilitas kawasan dalam memilih alokasi untuk siswa masuk ke Sekolah melalui jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur perpindahan orangtua/wali, atau jalur lainnya (dapat berupa jalur prestasi). Persentasenya pun menjelma sebagai berikut:

Aturan PPDB ini dirancang semoga kawasan bisa menyesuaikan hukum menurut karakteristik dan kebutuhannya. Itulah mengapa jalur zonasi dan afirmasi ini secara eksplisit disebutkan proporsi minimal untuk memudahkan kawasan dengan tetap dan atau menambah persentase jalur prestasi tersebut jikalau dibutuhkan.
Setelah memilih kuota jalur Zonasi, kuota jalur afirmasi, dan seterusnya, kawasan secara transparan harus menjelaskan ketentuan PPDB masing-masing kepada masyarakat, terutama pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ketentuan ini. Pemda juga sebaiknya menjelaskan kepada publik latar belakang penetapan proporsi dari masing-masing jalur tersebut, sebagai serpihan dari akuntabilitas dan transparansi kepada publik.
Dinas Pendidikan juga diminta untuk melaporkan ketentuan yang dibentuk serta pelaksanaan PPDB kepada Kemendikbud, semoga bisa dilakukan monitor dan penilaian pelaksanaan Permendikbud.
Mengapa perlu perubahan Permendikbud terkait PPDB?
Jawab:
Perubahan ini dilakukan sesudah mempelajari bermacam-macam implementasi PPDB pada tahun-tahun sebelumnya di tingkat Pemerintah daerah. Meskipun Permendikbud PPDB yang terdahulu (Permendikbud No 51 Tahun 2018 dan Permendikbud No 20 Tahun 2019) telah menetapkan secara tegas terkait persentase tiap jalur, namun dalam penerapannya Pemda menciptakan ketentuan PPDB utamanya pada jalur zonasi dengan prosedur yang berbeda-beda, bahkan tidak sesuai dengan persentase minimal pada ketentuan PPDB sebelumnya.
Hal ini mengindikasikan perlunya tinjauan ulang dalam menciptakan ketentuan yang semoga sanggup diterapkan kawasan sesuai dengan kebutuhannya, dengan catatan kawasan terus meningkatkan kanal dan mutu pendidikan semoga seluruh anak sanggup mencar ilmu di sekolah yang bermutu.
Bagaimana dengan kawasan yang sudah menerapkan ketentuan Jalur Zonasi sebesar 80% sesuai dengan Permendikbud PPDB sebelumnya (Permendikbud No 51 Tahun 2018, Permendikbud No 20 Tahun 2019)?
Jawab:
Permendikbud PPDB yang gres ini tidak akan menciptakan ketentuan kawasan yang sudah menerapkan jalur zonasi sebanyak 80% dengan tertib menjadi sia-sia. Pemerintah Pusat memperlihatkan batas minimal 50% untuk setiap jalur penerimaan peserta didik baru, yang artinya Daerah yang sudah menerapkan jalur zonasi sebanyak 80%, selanjutnya tinggal mengimplementasikan jalur lainnya sesuai dengan ketentuan Permendikbud terbaru tersebut.
Contoh penetapan jalur yang benar dan yang salah:

Jika yang bermasalah dalam mengatur PPDB yaitu Pemerintah Daerah, mengapa Pemerintah Pusat perlu mengganti aturan?
Jawab:
Pemerintah Pusat tidak bisa menyeragamkan pengelolaan PPDB ini. Fungsi Pemerintah Pusat dalam hal ini yaitu sebagai fasilitator, bukan sebagai regulator yang tidak memperhatikan kondisi dan kebutuhan di daerah. Pemerintah Pusat memfasilitasi Daerah untuk mengelola sistem pendidikan semoga setiap anak di kawasan tersebut sanggup mengakses pendidikan bermutu, dan sistemnya lebih berkeadilan sosial.
Dalam pelaksanaan penilaian pelaksanaan PPDB di daerah, ditemukan bahwa Pemda kesulitan melaksanakan pemetaan jumlah usia anak sekolah yang sedang mengikuti PPDB dan jumlah daya tampung yang tersedia di Sekolah, sehingga dalam penerapannya cukup sulit dilaksanakan PPDB dengan jalur zonasi dengan persentase yang cukup besar.
Oleh sebab itu, Pemerintah Pusat sangat mengapresiasi Pemda yang telah bisa menghitung dan memenuhi daya tampung serta mutu yang baik merata di seluruh Sekolah. Oleh sebab itu Pemerintah Pusat memperlihatkan hukum yang lebih fleksibel kali ini, sembari mendorong Pemda untuk melaksanakan pemetaan dengan data yang tepat, meningkatkan kanal melalui daya tampung Sekolah yang mencukupi, dan meningkatkan mutu pendidikan di setiap Sekolah semoga kualitas pendidikan yang tinggi sanggup dirasakan oleh seluruh anak Indonesia.
Mengapa Pemerintah Pusat menyarankan pelibatan sekolah swasta?
Jawab:
Data yang dikeluarkan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) memperlihatkan bahwa jumlah sekolah negeri pada jenjang SMP lebih sedikit dibandingkan SMA, bahkan lebih dari 60% Sekolah Menengan Atas yaitu sekolah swasta. Membangun sekolah negeri gres untuk meningkatkan kanal pendidikan bukan langkah yang irit untuk dilakukan dalam waktu dekat.
Setiap tahunnya, siswa yang lulus dan siap masuk SMA, tanpa menunggu proses pembangunan gedung sekolah. Rencana menambah jumlah sekolah negeri yaitu rencana yang baik dan patut dilakukan pemerintah daerah.
Namun selama ini sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang berbiaya rendah juga sangat berperan dalam membuka kanal pendidikan, sehingga kemitraan dengan Dinas Pendidikan akan menjadi solusi yang baik bagi kedua belah pihak.
Dalam upaya pelibatan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, Pemda sebaiknya mempertimbangkan kualitas layanan di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, sebelum Pemda melibatkan sekolah tersebut dalam sketsa PPBD.
Apa yang diperlukan Pemerintah Pusat dari Pemerintah Daerah, terkait dengan PPBD dan kanal pendidikan?
Jawab:
Dalam pelaksanaan PPDB melalui Jalur Zonasi yang sudah dilaksanakan sebelumnya, data memperlihatkan bahwa jumlah daya tampung Sekolah Negeri tidak cukup untuk mendapatkan seluruh siswa yang mendaftar pada Sekolah jenjang berikutnya melalui PPDB. Hal ini mendorong kawasan memperlihatkan intervensi dalam pemenuhan layanan pendidikan di daerahnya, sebab intinya Pendidikan yaitu Layanan Dasar sebagaimana ketentuan dalam UU Pemerintahan Daerah.
Memenuhi hak kanal pendidikan perlu menjadi prioritas, namun perlu disadari bahwa membangun Unit Sekolah Negeri Baru memerlukan langkah yang cukup panjang dengan membutuhkan pembebasan lahan, durasi pembangunan yang lama, dan adanya keterbatasan anggaran negara. Sekolah Swasta sanggup menjadi alternatif dalam pemenuhan daya tampung, juga sebagai bentuk kerja sama antara Pemerintah dengan masyarakat. Kolaborasi ini sanggup diupayakan sembari pemenuhan pendidikan utamanya bagi yang tidak bisa dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, sanggup berupa subsidi biaya, sumbangan operasional, maupun prosedur lainnya.
Mengapa tidak menyerahkan sepenuhnya saja kepada Daerah untuk mengelola PPDB?
Jawab:
PPDB jalur Zonasi yang diatur dalam Permendikbud yang gres bertujuan untuk meningkatkan kanal pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi. Selain itu, pendidikan yang bermutu yaitu hak setiap anak Indonesia yang harus dipenuhi Pemerintah. Artinya, kualitas pendidikan harus merata.
Oleh sebab itu, untuk memastikan bahwa tujuan ini sanggup dicapai, Pemerintah Pusat mengatur beberapa hukum dan batasan, yaitu dengan adanya jalur zonasi dan jalur afirmasi yang mempunyai batasan minimal serta jalur perpindahan orang renta yang mempunyai batasan maksimal untuk setiap jalur penerimaan peserta didik, dan apabila masih ada sisa sanggup dipakai untuk jalur prestasi.
Mengapa Pemda perlu melaporkan hukum dan hasil Pelaksanaan PPDB kepada Pemerintah Pusat?
Jawab:
Pelaksanaan PPDB yang dilakukan Pemda penting untuk dilaporkan kepada Pemerintah Pusat, hal ini dikarenakan segala kebijakan PPDB yang diterapkan oleh Pemda yaitu data bagi Pemerintah Pusat untuk memahami prosedur pemenuhan kanal pendidikan di daerah, dengan tantangan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik kawasan masing-masing.
Melalui PPDB ini pun sanggup dipetakan data pemenuhan kanal anak terhadap pendidikan. Hal ini juga memudahkan Pemerintah Pusat dan Pemda dalam memperlihatkan keputusan ketika menghadapi tantangan yang ada di sekolah sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Terkait dengan pengumuman kebijakan PPDB, apakah isu ini perlu disampaikan juga kepada warga masyarakat walaupun mereka tidak berkepentingan secara pribadi dengan penerimaan siswa baru?
Jawab:
Ya, pendidikan yaitu tanggung jawab bersama, dan perlu menjadi perhatian seluruh warga masyarakat, tidak hanya orangtua yang mendaftarkan anaknya sekolah saja. Kepedulian masyarakat sanggup mendorong pemerintah untuk meningkatkan pemerataan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Proporsi Jalur PPDB
Mengapa memakai batas minimum untuk jalur zonasi dan jalur afirmasi?
Jawab:
PPDB yaitu suatu proses yang sangat perlu memperhatikan konteks lokal, contohnya berapa banyak sekolah negeri di suatu wilayah, berapa banyak anak usia SD yang akan melanjut ke SMP, serta dari SMP ke SMA, berapa banyak anak peserta Kartu Indonesia Pintar (KIP) di kawasan tersebut, berapa banyak yang kondisi ruang kelasnya rusak, dan sebagainya.
Akan lebih efisien, sesuai konteks, dan sempurna target apabila masing-masing Daerah yang mengatur regulasi PPDB yang diubahsuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah. Hal ini juga selaras dengan semangat otonomi daerah, Pemerintah Pusat memperlihatkan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah sebagai rambu-rambu yang dipakai oleh Pemerintah Daerah.
Apa yang dimaksud dengan jalur afirmasi?
Jawab:
Jalur afirmasi disediakan untuk siswa yang mendapatkan aktivitas penanganan keluarga tidak bisa dari Pemerintah Pusat atau Pemda (misalnya peserta KIP). Jalur ini merupakan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemda untuk meningkatkan layanan kanal pendidikan berkualitas untuk belum dewasa dari keluarga tidak mampu.
Pemerintah Daerah sanggup memilih proporsi siswa yang diterima melalui jalur ini dengan mengacu pada persentase siswa yang mendapatkan aktivitas penanganan keluarga tidak bisa dari Pemerintah Pusat atau Pemda di kawasan tersebut.
Jika ada calon peserta didik peserta KIP namun secara domisili peserta didik yang bersangkutan juga bisa masuk melalui jalur zonasi, jalur mana yang akan diikutinya?
Jawab:
Jalur afirmasi, jikalau kuota afirmasi belum terpenuhi untuk sekolah tersebut. Hal ini dilakukan semoga siswa dalam zona yang tidak mendapatkan aktivitas penanganan keluarga tidak bisa dari Pemerintah Pusat atau Pemda tidak terhalangi untuk masuk ke sekolah tersebut.
Dengan demikian, kesempatan yang diberikan pemerintah pada siswa dari keluarga tidak bisa sedapat mungkin tidak merugikan siswa dari kelas sosial lainnya.
Persentase minimum untuk jalur zonasi hanya 50%, ini lebih kecil daripada proporsi di Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 wacana Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan sebagaimana diubah dengan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 wacana Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 wacana Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Apa pertimbangan Pemerintah Pusat wacana hal ini?
Jawab:
Ada dua alasan utama terkait hal ini. Pertama, Pemerintah Pusat mendengar beberapa masukan dari Pemda untuk mencapai jalur zonasi dengan batas minimum 80% mengalami kesulitan.
Karena khawatir tidak mencapai angka tersebut, satuan zona diperbesar. Bahkan wilayah satu kota menjadi satu zona, tidak dibagi menjadi beberapa zona sebab khawatir ada sekolah yang tidak mendapatkan siswa.
Jika satu zona sudah sebesar wilayah manajemen Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, maka esensi dari PPDB melalui jalur zonasi ini menjadi tidak jelas. Dengan adanya hukum yang tidak seketat dahulu, diperlukan Daerah lebih optimis bahwa tujuan PPDB melalui jalur zonasi ini sanggup diwujudkan.
Kedua, yang tidak kalah pentingnya yaitu problem kondisi sekolah di Indonesia yang masih belum merata kualitasnya. Demikian pula penyebaran guru yang berkualitas tinggi juga masih belum merata. Menurut data terakhir Kemendikbud, ruang kelas yang kondisinya tergolong baik tidak mencapai 50% di seluruh Indonesia. Artinya lebih banyak ruang kelas yang rusak dibandingkan yang baik.
Pemerintah Daerah perlu melaksanakan aneka macam upaya untuk mengatasi wacana problem ini, begitu juga dengan kanal pendidikan yang semakin sulit dicapai belum dewasa miskin di jenjang yang lebih tinggi.
Namun demikian, Pemda niscaya perlu waktu untuk memperbaiki kondisi ruang kelas dan pendistribusian guru berkualitas, disisi lain siswa lulus dari sekolah setiap tahun tanpa henti, tidak bisa menunggu ruang kelas direnovasi atau guru berkualitas dirotasi. Maka jangan hingga kebijakan untuk pemerataan pendidikan mengorbankan anak.
Apakah penurunan % siswa yang masuk melalui sistem zonasi ini menerangkan bahwa Pemerintah kurang berpihak pada belum dewasa miskin yang biasanya hanya jadi “penonton” sekolah “favorit” di lingkungannya?
Jawab:
Pemerintah terus berkomitmen pada pemerataan kualitas pendidikan, namun jangan hingga kebijakan tersebut mengorbankan anak. Asumsi bahwa dengan dibatasi wilayah maka anak miskin sanggup mengakses pendidikan berkualitas juga belum tentu berlaku di semua wilayah.
Tidak tidak mungkin dengan adanya zonasi yang ketat belum dewasa dari keluarga miskin yang berpotensi tinggi justru “terjebak” untuk masuk sekolah yang ada di akrab rumahnya, yang sebetulnya kualitasnya kurang baik. Namun ini semua masih berlandaskan asumsi, kita perlu data empiris dan analisis yang lebih sistematis untuk memastikan bahwa hukum PPDB tidak merugikan kelompok tertentu.
Kedua, secara eksplisit ada jalur afirmasi yang disyaratkan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini memperlihatkan komitmen pada pemerataan kesempatan pendidikan untuk belum dewasa dari keluarga tidak mampu.
Apakah penurunan % zonasi ini menerangkan bahwa “sekolah favorit” akan dipertahankan?
Jawab:
Tidak, pertimbangan wacana batas minimum jalur zonasi dan jalur afirmasi tidak ada hubungannya dengan favoritisme. Sebelum kebijakan zonasi diterapkan, kita tidak bisa benar-benar menyampaikan bahwa ada sekolah unggulan sebab yang unggul yaitu input siswanya.
Mereka sudah tersaring ketat, sehingga di suatu sekolah yang menerima label “unggulan” atau “favorit” ini siswanya cenderung homogen, yaitu lebih banyak didominasi siswa dengan capaian akademik yang tinggi. Karena umumnya mereka dari keluarga kelas menengah hingga dengan kelas atas, dukungan mencar ilmu di luar sekolah untuk belum dewasa ini juga lebih baik, contohnya ikut Bimbingan Belajar, kursus bahasa asing, dan sebagainya. Sehingga output dari sekolah itu pun menjadi unggulan. Kita ingin semua sekolah unggul, sama baiknya. Setiap anak menerima kesempatan mencar ilmu di ruang kelas yang baik kondisinya dan diajar oleh guru yang kompeten.
Sebelum kebijakan zonasi diterapkan, hanya siswa tertentu saja yang berkesempatan demikian. Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, dilarang menciptakan hukum yang mendiskriminasi kelompok tertentu.
Mengapa jalur prestasi disediakan maksimal 30% saja?
Jawab:
Kembali ke tujuan besar dari PPDB yaitu untuk pemerataan kesempatan pendidikan, di mana kanal terbuka untuk semua anak, maka jalur prestasi yang terlalu besar bisa menjauhkan kita dari tujuan tersebut.
Daerah tidak harus membuka jalur ini, sebab mungkin kanal sekolah sudah sangat besar dari segi suplai, maka semua anak dalam zona sudah bisa tertampung.
Satuan wilayah zonasi
Apakah ada perubahan peraturan terkait penghitungan satuan wilayah zonasi?
Jawab:
Pemerintah Daerah perlu menetapkan satuan wilayah zonasi, seberapa luasnya serta berapa banyak wilayah zonasi yang ada di wilayah administrasinya. Hal ini dilakukan dengan cara memetakan jumlah dan domisili calon peserta didik baru, daya tampung sekolah, dan jumlah sekolah yang diselenggarakan masyarakat yang akan disertakan dan sekolah yang berbasis agama. Data ini seharusnya ada di tingkat daerah.
Ada kasus di mana anak tinggal di wilayah perbatasan, harus masuk ke sekolah yang lebih jauh sebab masuk dalam zonanya. Padahal lebih akrab jikalau bersekolah di zona yang berbeda. Kasus ini sudah ada jalan keluarnya?
Ini yaitu hal yang perlu diperhitungkan Pemda ketika menciptakan zona. Harusnya kasus menyerupai ini tidak banyak, sebab jikalau banyak artinya metode penetapan zonanya keliru. Oleh sebab tidak banyak, hal-hal menyerupai ini seharusnya bisa diselesaikan Pemerintah Daerah, melalui musyawarah yang karenanya demi kebaikan anak.
Dampak PPDB ketika ini
Sistem PPDB ketika ini mengakibatkan guru kesulitan mengajar sebab capaian akademik siswanya terlalu beragam. Sebaiknya apa yang dilakukan sekolah?
Jawab:
Ketika PPDB berlandaskan pada hasil tes, sekolah memang lebih homogen. Menjadi tidak adil ketika terdapat sekolah homogen yang lebih banyak didominasi siswanya siap mencar ilmu dan orangtua mereka siap untuk mendukung anak belajar, sementara di sekolah lainnya berkumpul siswa dengan kondisi yang sebaliknya.
Guru yang efektif yaitu guru yang bisa memakai aneka macam taktik dan pendekatan dalam mengajar belum dewasa dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu meningkatkan kapasitas guru-guru dalam memakai pendekatan yang bermacam-macam (differentiated instruction). Mendidik semua anak tanpa diskriminasi yaitu kiprah setiap satuan pendidikan. Prinsip ini berlaku untuk semua, pemerintah pusat, daerah, sekolah dan juga guru.
PPDB melahirkan kecurangan baru, yaitu manipulasi Kartu Keluarga semoga anak bisa memasuki sekolah unggulan. Bagaimana jalan keluarnya?
Jawab:
Dengan hukum yang lebih fleksibel, diperlukan praktik menyerupai ini tidak lagi terjadi sebab tidak ada lagi anak yang tidak mendapatkan sekolah.
Harapan orangtua dan anak untuk bisa masuk sekolah tertentu terjadi ketika kualitas pendidikan tidak merata. Maka dengan perubahan sistem PPDB ini, pemerataan kualitas mencar ilmu di seluruh sekolah menjadi prioritas pemerintah baik di sentra maupun di daerah.
Maka dalam jangka menengah dan jangka panjang, harapannya tidak ada lagi orangtua yang memakai cara yang melanggar hukum dalam mendaftarkan anaknya sebab kualitas sekolah sama baiknya.
Dan ada juga praktik “jual-beli bangku” di sekolah favorit, bagaimana mengatasinya?
Jawab:
Praktik ini sebetulnya sudah usang sering terjadi, bukan ketika diterapkan hukum zonasi saja. Hal ini merupakan problem korupsi di sekolah secara umum. Praktik ini sudah ada baik ketika PPDB sepenuhnya jalur seleksi (sebelum ada hukum zonasi) maupun ketika diterapkannya zonasi. Kita perlu kebijakan lain terkait penanggulangan korupsi untuk menghentikan praktik-praktik ini.
Jalur Zonasi dilarang memakai nilai Ujian Nasional. Tidakkah ini bertentangan dengan Pasal 68 karakter b PP SNP yang menyatakan bahwa hasil ujian nasional dipakai untuk seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya?
Jawab:
Dari empat jalur PPDB, salah satunya yaitu jalur prestasi. Untuk jalur ini kriteria seleksi sanggup memakai nilai Ujian Nasional. Sehingga tidak ada yang bertentangan dengan PP tersebut.
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id/
Belum ada Komentar untuk "✔ Kebijakan Mendikbud Ihwal Sistem Zonasi Tahun Anutan 2020/2021"
Posting Komentar