✔ Malaikat Dari Tuhan


Seperti biasanya mataku melihat layar smartphone dan jari jemariku asyik berselancar di layar smarphone, entah apa yang saya cari dan tak lupa earphone yang selalu terpasang di kedua telingaku. Sesekali ku lihat perempuan paruh baya yang berusia sekitar 40 an sedang menuliskan angka angka yang menurutku tidak penting di sebuah papan putih.





Mata ku melihat di sekeliling ruangan yang ketika ini saya tempati, terlihat banyak anak seusiaku yang termangu dan memperhatikan papan tulis berisi angka angka tadi. kembali ku menatap layar handphone ku, saya sudah merasa bosan di dalam ruangan ini dan saya ingin keluar. Aku mengangkat tangan ku dan ku lihat perempuan paruh baya tadi yang sering di panggil bu guru entah saya lupa namanya menyerupai mengucapkan sesuatu kepada ku dengan wajah yang sumringah





Dan seketika semua orang di ruangan ini menatapkan matanya ke arahku. Aku heran dengan mereka, ku lepas earphone ku biar ku sanggup mendengar apa yang mereka bicarakan. Sebenarnya saya sangat malas berafiliasi dengan mereka. “Giselle?” kata seorang laki laki yang duduk di pojok depan. Aku semakin heran. Tapi saya tak peduli saya segera membuang muka dari tatapan mereka dan eksklusif ku langkahkan kaki ku meninggal kan dingklik yang saya duduki sedari tadi. Langkah ku terhenti ketika perempuan itu bertanya kepadaku.





“Giselle mau kemana? Kau ingin bertanya kan? Disitu saja. Ibu tau kau anak yang baik dan pintar. Kau sudah melupakan masalahmu dan ingin fokus sekolah lagi ya kan?”





“Sudah saya bilang berapa kali bu, saya bukan Giselle yang dulu, yang sering bertanya, paling ulet ngerjain tugas, yang duduk paling depan ketika ibu Marina menjelaskan“. Entah kenapa saya jadi ingat nama guru itu.





”Oh ya satu lagi, asal ibu tau saya ada di kelas ini bukan karna saya pingin sekolah tapi karna saya bosan di rumah yang selalu mendengar celotehan keras mama dan papa!” air mata ku eksklusif menetes deras ketika itu juga, dan ku lihat juga mata bu Mariana yang berkaca beling ingin menitikkan air mata tetapi di tahan oleh nya. Dengan gerak cepat ku berjalan cepat menuju pintu kelas.





Aku tau yang tadi saya lakukan salah, saya sadar saya tak menyerupai dulu yang sanggup dikatakan anak yang cendekia apalagi dalam bidang Matematika, Fisika, Kimia , Biologi. Tapi itu dulu, kini saya menjadi gadis yang liar suka merokok, tapi hanya sebatas rokok tak hingga miras dan narkoba sebab saya tau, saya masih punya nalar pikiran saya merokok pun ketika saya merasa stress. Saat ini saya memang beda dari kebanyakan gadis lain yang rajin. Tapi saya tak butuh lagi sifat rajin, karna itu semua percuma orang bau tanah ku tak ada yang peduli satu pun. Walau saya punya prestasi hingga tingkat nasional pun. Mereka hanya peduli dengan urusan masing masing. Mereka selalu membesar-besarkan problem kecil, saya muak dengan ini semua.

Aku kini tak punya teman, mereka semua takut denganku. Mengingat kejadian waktu itu, ada 3 pemuda yang menarik hati ku eksklusif ku pukul mereka hingga masuk rumah sakit. Dan hampir saja saya masuk jeruji besi tapi sebab pembelaan bu Mariani saya tak jadi terkurung dalam sangkar insan itu.





Aku sadar semua yang kulakukan hanya mendatang kan dosa, saya merasa jadi orang yang tak mempunyai kegunaan dan ketika ini saya hanya ingin “MATIIIII!!!!!!” tanpa saya sadari suaraku terdengar sangat keras dan air mataku kembali menetes. Terdengar bunyi langkah sepatu yang masuk dalam kamar mandi ini. Ya, dan ternyata yang saya tebak benar.





“Giselle, kau ingin mati ? saya sangat bahagia kalau kau mati, apa kau ingin ku bantu?” ucap cewek sok famous di sekolah sambil ketawa mengejek. “BUKAN URUSAN MU!!!!!!!”. Bentak ku pada wajah nya.

“Oh ya, tapi saya sangat ingin membunuhmu Giselle…” sambil menjulurkan tangan nya ke wajahku.

Ku ambil handphone ku, saya tak peduli dengan celotehan bunyi cemprengnya. Dan kulihat kedua temannya di belakang punggungnya. ”temannya saja menyerupai itu apalagi kau” batinku sambil menyunggingkan bibir kanan atas dan saya berjalan keluar dari kamar mandi.





“Hey, seenaknya saja kau pergi begitu saja!!”. Bibir nya kembali bersuara dan tangannya ikut berkutik menarik monyet bajuku dan dilemparnya saya ke tembok “ dugg…!!!!!”.

“Sakit ? ckckck kasihan…” ucapnya sambil tertawa menghina. Aku mendekatinya semakin bersahabat dan semakin bersahabat dan kini wajahku hanya berjarak 2 cm darinya. “ KAU SANGAT BERANI DENGANKU , APAKAH MAU MATI DETIK INI JUGA HAAAAH!!!!!!!!.” hardik ku kedua kalinya diwajahnya. “Kalian berdua …tek” bunyi petikan jarinya menyertai. Kedua temannya hanya menunduk ketakutan, ”CEPAT!!!!”. Kedua cewek itu kemudian bergegas kebelakang punggung ku dengan ketakuan “Apa yang ingin kau lakukan? ”. Tanya ku sambil melotot kepada mereka. “A-a-aku dan sita ingin me-me megang tanganmu, ma-aaf ya”, “bodoh kalian berdua eksklusif tariik!!”





“K-kau t-tidak AKAN KEMANA MANA GISELLE!!!”

“Lepaskan atau kalian tidak akan selamat!”

“Kau tidak akan bisa”

“Oh ya?” kuangkat tanganku yang dipegangi merek berdua sambil menggenggam.

“Mau ini?”

“T-tidaaaak”. “Hei kenapa pingsan, aduuh”

“Haa” sambil menunujukkan kepalan tangan ku ke wajah cewek yang katanya sita namanya

“I-iya saya le-lepaskan, Raya saya harus pergi saya gres ingat pr-ku belum kukerjakan, daaah”





“Oh ternyata namamu Raya, ah.. peduli apa saya dengan namamu. Sekarang apa mau mu…kau masih berani? Temanmu satu pingsan , satunya lagi kabur ,masih sanggup menantang ku HAAH!!!”. Kuletakkan tanganku di pundaknya. “Be-be rani laah” sambil menyingkirkan tanganku dengan raut muka agak ketakutan.

“Sekarang to the point , apa yang kau mau!” sambil kulipatkan kedua tanganku.





——————————————————*——————————————





“JEDUGG!!!!”. “ Eh jalan pake mata”. Seperti biasa saya berbicara keras di sekolah ini kepada siapapun yang mengganggu ku. “Eh i-iya maaf maaf”. Dan laki- laki itu eksklusif pergi .

Ku lihat Raya keluar dari ruangan kepala sekolah sambil memakai masker, apa yang ia lakukan? . Dia berjalan melewatiku dan melihatku dengan tatapan yang sangat bahagia .

“Anehh….”. Tiba tiba ia kembali dengan jalan mundur “ oh ya Giselle saya punya kejutan untuk mu, nanti kau akan tau “. Dan ia pergi lagi dan saya tetap tidak peduli itu.

“Tolong pak jangan keluarkan dia, bergotong-royong di anak yang baik tetapi ketika ini ia mentalnya sedang down, ia menyerupai itu karna ia butuh pelapiasan atas kemarahannya”.





“Bu Mariana, ia melaksanakan hal yang sama kesekian kalinya, bukan apa-apa tetapi ini akan menciptakan murid di sini akan pindah sebab takut dengannya. Dan satu –satu nya cara menghindari itu ialah mengeluarkan ia dari sekolah ini.“

“Tapi pak…”. “sudah bu ini keputusan saya, saya ingin berbicara eksklusif kepadanya tolong panggilkan ia ke sini”. “Baik pak. Saya pergi dulu, selamat siang..”. “Siang”

Sudah niscaya itu aku.





“Eh Giselle, kebetulan kan…”. ”Aku sudah mendengarnya bu..” saya memotong pembicaraannya dan eksklusif ku pergi meninggalkannya menuju ruang kepala sekolah. “Permisi, Selamat siang” kataku berlagak sok sopan. ”Siang, Giselle silahkan duduk, ada yang mau bapak katakan”.

Aku tetap berdiri..” Aku sudah tau apa yang ingin bapak katakan, saya tidak akan keberatan kalau saya keluar dari sekolah ini dengan bahagia hati. Toh saya disini tak mempunyai kegunaan hanya menjadi pengganggu di sekolah ini.” . “Giselle tolong lebih sopan sedikit, silahkan duduk.”





“Tidak usah pak, tak ada yang perlu dikatakan lagi, saya akan pergi kini juga, permisi.” Ku berbalik tubuh meninggakan bapak bau tanah itu.

“Giselle, sebentar” ku hentikan langkahku tanpa berbalik tubuh lagi.” Kau sanggup tetap bersekolah disini asalkan kau berubah menyerupai dulu” dan kini bapak bau tanah itu bangun didepanku. “Maaf pak, saya tidak bisa, permisi” ku gerakkan kaki ini lebih cepat keluar dari ruangan ini.

“Giselle , bagaimana?” tak kuhiraukan perkataan bu Mariana, saya tetap berjalan cepat pergi menuju gerbang sekolah dan pergi dari sekolah ini.





Ketika hingga di lorong sekolah saya dihalangi oleh seorang laki -laki tinggi, putih , dan tubuh yang ideal, entah siapa dia.” Minggir.!”

“Tidak”. “Kau mau ku pukul??.. ” . tangan ku mengepal dan ku hadapkan ke wajahnya. Dan ternyata ia malah menarik tangan ku “hei lepaskan”. “Sudah membisu dan kau harus ikut denganku”.

Entah kenapa saya menuruti perkataannya menyerupai gadis polos yang tak tau apa-apa. Dia membawaku ke sebuah taman dan ia memulai pembicaraannya. “Giselle saya Ivan saya disini di suruh oleh bu Mariani untuk berbicara denganmu.” Ivan? Sepertinya saya pernah mendengar nama itu.





“Sekarang to the point, apa yang kau mau!” sambil kulipatkan kedua tanganku.

“Aku ingin memperingatkan kepadamu, jangan pernah kau berbuat apapun sehingga menciptakan Ivan merasa iba kepadamu”. “Ivan?” siapa ia ? bolehlah, saya akan berpura pura . “Oh ivan,apa katamu tadi, Iba? Dia merasa iba padaku,? Baguslah”. “Baguslah apa katamu!!!! Apa maksudmu!!!”. “Jangan sekali kali berbicara keras di depan ku, mau mati disini??” sambil jari telunjukku menunjuk nunjuknya.





“Okay terus apa maksutmu baguslah kalau Ivan merasa iba padamu?”. “Ehmm supaya saya sanggup memanfaatkannya untuk melakukuan apa yang kusuruh”. “Hei ia itu pacarku awas kau kalau menyuruh nyuruhnya!”. “Sudah sudah pergi sana saya sudah bosan melihatmu.”

“Awas kau saya akan buat perhitungan.” katanya sambil mendengkus. “Heii saya mendengarnya buat saja perhitungan kalau kau berani”.





———————————————-***——————————————————-

“Aku berbicara kepadamu, hei ngelamun lagi”. Katanya sambil melambai lambai kan tangan nya ke wajahku. Aku tersadar dari lamunanku tadi dan saya segera meninggalkannya.”Hei jangan pergi, saya ingin berbicara denganmu penting!!”





“Aku tak punya waktu mendengarkan celotehanmu yang tidak penting itu” kupasang earphone ku dan pergi dari taman sekolah itu. Tapi tangan ku di tahan oleh nya, secara impulsif saya meluncurkan kepalan tangan ku kewajahnya dan ternyata ia sanggup menangkis serangan ku. Akhirnya terjadilah pertengkaran antara saya dan Ivan.





Setelah beberapa menit saya berkelahi dengannya saya merasa capek sebab ia berpengaruh sekali “kau tak sanggup mengalahkanku jadi diamlah disini dan dengarkan aku”. “Aku sudah tau kau dikeluarkan dari sekolah sebab kau sering memukuli murid – murid disini dan gosip terbaru kau telah memukuli Raya dan satu temannya hingga pingsan dan Raya babak belur waktu istirahat tadi di kamar mandi”. “Sebentar, kenapa kau menuduhku”. “Aku tidak menuduhmu tetapi Raya sendiri yang bilang kepada kepala sekolah” . “Apa?!!!!!! Dasar bn mau mati dia!!” saya beranjak dari dingklik taman yang saya duduk”. “Hei kembali duduk percuma kau kesana kau sudah dikeluarkan dari sekolah kalau kau menciptakan problem lagi dengan Raya kau akan masuk penjara .” “AKU.TIDAK.PEDULI. MENGERTI!!!!” “karena saya tidak melakukannya, kalau saya memang saya pelakunya saya tidak akan marah”. “Sudahlah sel semua orang tau kau sering melaksanakan itu bahkan hingga 10 kali.” Aku pergi begitu saja . Aku sangat marah, Raya awas kau. Tiba – tiba ivan bangun didepanku “kau akan tetap disini kau takkan kemana mana” .“Siapa ku kau melarangku hah?”





“Baiklah maafkan aku, kini duduk dulu, yang mau saya bicarakan bukan problem Raya”

Aku duduk dan mendengarkannya, ia mencoba untuk memberi ku motivasi tapi percuma saja saya takkan berubah. Setelah ia berbicara panjang lebar saya tetap membisu tak bicara apapun.

“Giselle, bicaralah atau dongeng lah, mungkin dongeng waktu kau kecil?” . “Dari kecil saya tak pernah diasuh mama, ia selalu kerja, kerja, kerja, apalagi papa, saya semenjak kecil tinggal sama nenek, semenjak nenek meninggal saya tidak lagi punya temen, gak dibolehin mama papa keluar, hanya boleh mencar ilmu di rumah, katanya buat masa depan biar sanggup kerja bagus, tapi percuma kasih sayangnya kurang, saya hanya diberi bahan bukan kasih sayang,,,,,,aku benci mereka” dan saya telah dibentuk Ivan teringat masa masa itu lagi…… “Giselle jangan murung maafkan aku”

“`GISELLE!!!” Teriaknya dari kejauhan.





Aku tidak peduli lagi dengan keluargaku, mereka saja tidak peduli kenapa saya harus peduli?. Saat ini yang peduli denganku hanyalah Ivan dan Bu Marini, mereka berdualah yang setip hari menemani dan memberiku motivasi. Sekarang saya hampir berubah, saya sudah tidak lagi merok*k

Aku merahasiakan keberadaanku dari mama dan papa, kini saya tinggal di rumah bu Marini. Dia sendirian anak dan suamimnya telah meninggal 2 tahun yang lalu. Aku menganggap bu Marini menyerupai ibu ku sendiri. Sekarang saya sanggup kembali sekolah walaupun saya disana selalu di bully.

7 Maret 2016, Bu Marini meninggalkanku selamanya. Dan hal aneh terjadi pada Ivan 4 hari terakhir sesudah kepergian bu Marini ia tak pernah berbicara padaku, ia selalu mengindar ketika saya bertemu dengannya.





“Ivan…” ia bersama seorang cewek dan ternyata itu adalah..

“hai Giselle, wajahnya kok murung kenapa? Hahaha….. udah gak ada yang belain ya,, aduh kasihan, bu Marini udah meninggal, Ivan? Ivan gak mau temenan lagi sama kau aduh malangnya nasib Giselle”

“Ivan apa itu bener?“ “tuh kan Ivan diem aja udah pergi sana….”

“Eh membisu ya” saya semakin murka dan ternyata Ivan…

“Giselle gak usah tunjuk tunjuk Raya, ia emang bener saya gak mau temenan lagi sama kamu, sal kau tau yaa dari awal saya emang gak mau temenan sama cewek kayak kamu, berandalan! Cuma karna disuruh bu Mariani jadi saya terpakasa temenan sama kamu”

“Ivan !!!! busuk kamu!!!”





Ternyata semua gak menyerupai yang saya pikirkan, semua orang tak ada yang peduli denganku . Apa salahku ya tuhan……

Aku bangun di loteng sekolah menenangkan diri mencicipi angin sepoi sepoi. Tiba tiba

“Raya!!!! hentikan” menyerupai bunyi Ivan, tapi kenapa Raya yang dipanggil bukan aku,, batinku.

Kubalikkan tubuh ku betapa kagetnya ketika pisau yang dipegang Raya hanya berjarak 5 cm dari leherku. Aku mencoba mengambil pisau itu dari genggaman Raya, tapi hasilnya nihil. Karena kedua temannya lebih dulu menarik tanganku ke belakang dan Raya tetap menyerangku. “HENTIKAN!!!!”.Ivan menyentakkan pisau itu dari tangan Raya. “Hei penipu kau ,kemarin kau telah berjanji tidak akan menyakiti Giselle” saya galau apa yang telah terjadi. “Haha kolot sekali kau Ivan, kalau kau menghindari Giselle saya akan lebih gampang melenyapkannya”. “Munafik kamu”. Raya terlihat kembali mangambil pisau itu dan mengarahkan ke badanku tetapi Ivan lari dan menghindari Raya menyakitiku. Dan hasilnya Ivan lah yang tertusuk.





“Tidaaak ivaaan!!!!!” saya menghentakkan kedua tangan ku dan alhasil terlepas saya segera menolong Ivan. Tetapi semuanya terlambat Ivan telah tertusuk perutnya. Raya pun ikut kaget mungkin sebab memang ia tidak berniat menusuk ivan. “Tidak !! bukan ak ,, bukan saya pelakunya Ivaaan,, saya harus pergi, bukan saya pelakunya” Raya lari meninggalkan daerah itu. “Rayaaa… tunggu” kedua temanya ikut berlari.

“Ivan…” air mata ku menetes kian deras.” Giselle maafkan aku.. Karenaaku menciptakan mu murka kemarin saya berkata menyerupai itu sebab saya menciptakan perjanjian dengan Raya, ia tidak akan menyakitimu kalau saya menghindari kamu,, tapi di-dia bohong”.

“Kenapa ia ingin menyakitiku”

“Karena ia iri kepadamu yang dulu selalu menjadi pujian guru , tapi ia tak berani mengatakannya , dan ketika kau jadi berubah ia beraksi” “dan ya saya ingin kau se-seperti du-dulu Giselle”

“Aku akan berjanji saya akan menyerupai dulu,,, ini berkatmu Ivan”

“Tapi saya mau kau minta maaf kepada orang tuamu kau“ “ saya harus berfikir dulu problem itu saya terlanjur sangat membenci mereka”

“Giselle ini usul terakhirku kau mau mengabulkan permintaanku kan?”

“Demi kau sahabatku” …….. “Aku akan lakukan itu.”

“Te-terima ka-kas- kasih” ia tersenyum dan ketika itu juga nyawanya diambil oleh tuhan.

“Ivaaaaan”.





—————————————————–***————————————————–
Setelah kejadian itu saya pulang kerumah dan saya minta maaf dan mereka juga minta maaf kepadaku, karna Ivan mereka sadar, sebelum ia meninggal ia telah pergi kerumahku dan menceritakan semua kepada keluargaku. Terimah kasih Ivan. Sekarang saya punya lagi penyemanat hidup untuk lebih berprestasi terima kasih untuk segalanya. (APRILIA NUR AZIZAH)


Belum ada Komentar untuk "✔ Malaikat Dari Tuhan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel