✔ Lilu Si Ulat Bulu


Pada suatu hari, disebuah Sabana tinggallah beberapa binatang kecil ibarat semut, lebah, laba-laba dan ulat bulu. Semut merupakan binatang yang populer lantaran jiwa gotong royongnya dengan para teman-temannya. Hewan pekerja yang lain ada lebah yang setiap hari mengumpulkan sari bunga untuk disimpan sebagai cadangan makanan. Ibu Suri yaitu seekor laba-laba yang sudah bau tanah dan sangat disegani oleh binatang lain di Sabana. Lilu yaitu seekor ulat bulu yang menjadi salah satu penguhi gres di Sabana tersebut.





Pada suatu sore Lilu tengan berjalan-jalan untuk mencari makan. Ketika ia hingga disekitar bak Lilu bertemu dengan laba-laba betina yang sudah tua.





“Kamu ngapain disini?” tanya laba-laba betina itu.

“Namaku Lilu, dari Padang Rumput itu,” jawab Lilu sambil menunjuk kearah padang rumput tersebut.

“Hai Lilu, perkenalkan nama saya Suri. Hewan lain memanggilku Ibu Suri,” jawab laba-laba betina itu.

“Oh hai Ibu Suri, salam kenal dari penghuni Padang Rumput,” jawab Lilu dengan semangat.

“Sedang apa kau?” tanya Ibu Suri.

“Mereka menebang pohon yang akan menjadi tempatku hibernasi,” jawab Lilu dengan nada sedih.

“Jangan bersedih Lilu, Sabana ini mempunyai pohon yang cukup untuk tempatmu tinggal,” “Benarkah Ibu Suri?” jawab Lilu dengan antusias.

“Iya Lilu, berhati-hatilah hari sudah mulai petang,” jawab Ibu Suri.





Setelah bertemu Ibu Suri, Lilu semakin antusias untuk mencari kawasan yang cocok dengannya. Tak butuh waktu lama. Lilu menemukan sebuah pohon yang tinggi dan besar. “Aku akan kondusif disini,” pikir Lilu.





“Hai kau!!!” Lilu yang kebinggungan mencoba mencari asal bunyi dengan melihat kanan dan kirinya.

“Aku di atasmu,” kemudian Lilu mendongak ke atas dan mendapati sekelompok lebah pekerja yang sudah terbang mengarah ke arahnya.

“Aku lagi cari makan,” terang Lilu pada sekawanan lebah itu.

“Kenapa kau menentukan ini?” kata seekor lebah pekerja.

“Aku sanggup kondusif disini,” jawab Lilu.

Kau niscaya akan kesusahan untuk naik ke pohon ini!” jawab lebah pekerja.

“Tapi hari sudah mulai gelap. Izinkan saya untuk menginap di pohon kalian. Satu malam ini saja” harap Lilu pada kelompok lebah pekerja.





“Baik, hanya malam ini saja,” kemudian sekelompok lebah itu meninggalkan Lilu di bawah pohon seorang diri.





Lilu yang mempunyai tubuh lingkaran dan berisi mulai kesusahan menaiki pohon ini. Setelah usaha yang cukup menguras tenaga hasilnya Lilu berhasil mencapai dahan terbawah di pohon ini. Namun Lilu mencicipi hal yang tidak nyaman di sini. Angin bertiup sangat kencang dan pohon ini sangat tinggi.





“Aku sanggup mati kalau terjatuh dari pohon ini dikala angin bertiup kencang. Karena tidur panjangku tak akan sebentar. Yah, benar apa yang dikatakan lebah pekerja. Pohon ini tidak cocok untukku yang bertubuh gendut ibarat ini” pikir Lilu.

Malam itu Lilu tidak damai tidur, lantaran takut terjatuh atau terbawa angin.





Pagi telah tiba, Lilu bergegas untuk menginggalkan pohon milik lebah pekerja.

“Hai ulat bulu, selamat pagi. Kau tak mau sarapan dulu? Kami para lebah pekerja sudah menyimpan begitu banyak cadangan makanan,” tawar salah seekor lebah.

“Asyiiiik, kebetulan saya lapar. Terimakasih, perkenalkan namaku Lilu,” jawab lilu seramah mungkin.





“Masuklah ke sarang kami, kau akan menemukan banyak makanan,” ajak lebah pekerja tersebut.

Tak usang sehabis Lilu masuk kesarang lebah pekerja, terdengar teriakan dari luar sarang.

“Ada apa ratu?” tanya seekor lebah.

“Lihat apa yang terjadi pada daun-daun di pohon kita??? Mereka berlubang-lubang ibarat itu,” amuk sang ratu lebah.





“Maaf ratu, tadi malam saya haus, dan dibawah gelap. Makara saya memakan daun-daun itu,” jawab Lilu dengan nada penyesalan.

“Kau!!!! sudah kuberi kawasan istirahat, dan kau ku beri makan, tapi kau merusak rumah kami??” tanya sang ratu.





“Aku tidak sengaja, saya begitu haus dan lapar” Lilu semakin merunduk lantaran takut.

“Dengan tubuh yang sudah sebesar itu, kau niscaya akan sering merasa lapar, lekas kau habiskan sarapanmu dan pindah dari pohon kami. Bisa habis semua daun di pohon kami lantaran kau,” pinta sang ratu.

Setelah Lilu menghabiskan sarapannya ia berpamitan pada kelompok lebah dan ratu lebah. Lilu berjalan meninggalkan pohon itu.





Setelah berjalan sedikit jauh dari pohon itu Lilu menemukan pohon yang tak terlalu tinggi. “Ah, cuaca hari ini sangat panas, lebih baik saya beristirahat di pohon itu sambil memakan daun,” Lilu yang merasa sudah sangat lapar tetapkan untuk beristirahat di pohon itu sambil makan daun yang ada di pohon itu.





“Hei, jangan kau rusak daun-daun dari pohon kami. Nanti pohon kami menjadi jelek”.

Lilu yang merasa terkejut mencari asal bunyi tersebut. Saat Lilu melihat ke belakang ia melihat sekelompok semut sedang berbaris dibelakangnya.

“Kau sedang makan apa ulat bulu?” tanya raja semut.

“Namaku Lilu dari Padang Rumput, saya lapar dan memakan 3 lembar daun dari pohon ini,” jawab Lilu.





“Lihat apa yang kau perbuat, dedaunan dipohon kami jadi berlubang-lubang lantaran engkau makan,” jawab sang raja.

“Maafkan saya raja semut, saya hanya lapar” Lilu merunduk lantaran merasa bersalah.

“Lilu, jangan bersedih. Sabana ini luas dan kau boleh menempati pohon mana saja. Asalkan, pohon itu belum di miliki oleh kelompok lain,” saran raja semut pada Lilu.

“Iyakah saya sanggup tinggal di salah satu pohon di Sabana ini??” antusias Lilu.

“Iyaa..silahkan.. tapi kau harus menjaga pohon itu,” izin sang raja.

“Siap raja,” lantaran terlalu bersemangat ia eksklusif bergegas pergi dan mencari pohon gres sebelum hari menjadi petang.

Tak jauh dari pohon kelompok semut, Lilu menemukan sebuah pohon yang tak terlalu tinggi dan rendah. Ia merasa nyaman di sana. Karena banyak dedaunan hijau yang sanggup menjadi makanannya.





“Wah, sungguh indah pohon ini, dan banyak masakan yang sanggup ku makan sendiri,” sorak Lilu di bawah pohon itu.

Lilu yang ingin tau mulai berjalan menaiki pohon tersebut. Ketika ia sudah mencapai dahan terbawah, Lilu melihat pemandangan Sabana yang sangat indah. Tiba-tiba Lilu merasa lapar kembali lantaran menaiki pohon tadi.

“Ah, saya sangat lapar. Lebih baik saya beristirahat dan makan disini,” kata Lilu.

Lilu memakan beberapa daun didahan terbawah dengan lahap. Karena menurutnya ini yaitu pohonnya dan semua daun yang ada disini yaitu miliknya.





Pada suatu sore, melintaslah sekelompok semut yang berjalan melewati depan pohon Lilu. “Hai raja semut. Lihatlah pohon ku. Indah bukan?” sapa Lilu.

“Hai Lilu, memang indah pohonmu. Tapi apa yang terjadi dengan daun-daun yang ada di pohonmu?” tanya sang raja.

“Oh ini, saya memakannya. Karena saya sangat lapar. Dan juga saya susah untuk turun kebawah,” jawab lilu sambil melihat kearah perutnya.





“Hei Lilu, tubuh mu yang besar dan berat menyusahkanmu dalam bergerak dan untuk turun ke bawah mencari makan,” ejek salah seekor semut.

“Yah.. saya memang gemuk dan berat. Tapi saya sedang bersiap untuk melaksanakan suatu hal yang panjang,” balas Lilu.

“Menghabiskan waktu yang panjang untuk merusak keindahan pohonmu?” celetuk seekor semut yang lain.

“Tidak,” jawab Lilu dengan penuh keyakinan.

“Sudah-sudah kalian ini. Jangan meledek ulat bulu yang gemuk dan berat ini. Ia sudah terlanjur naik dan pastikan susah turun untuk menghampiri kita. Mari lanjutkan pekerjaan kita,” perintah sang raja.





“Tunggu… Aku tidak berniat merusak keindahan pohon ini. Teman-teman tunggu…,” seru Lilu.

Tapi kawanan semut itu tak memperdulikannya. Dan hasilnya Lilu kembali ke dahan yang ia rapikan untuk dijadikan kamarnya.





Keesokan paginya. Lilu sedang sarapan di dahan yang lain. Tiba-tiba sekawanan lebah pekerja tiba menemuinya.

“Hai Lilu. Ternyata sudah punya rumah sendiri? Buruk sekali rumahmu Lilu. Apa kau tak menjaganya?” tanya ratu lebah.

“Hai ratu lebah. Aku menjaganya. Juga merawatnya..,” jawab lilu.

“Tapi apa sebabnya pohonmu seakan layu dan daun-daunnya berlubang?” tanya sang ratu.

“Uh,hmmm itu lantaran saya memakannya,” jawab Lilu dengan nada lirih.





“Kenapa kau tak mencarinya dibawah Lilu. Itukan sanggup merusak keindahan salah satu pohon di Sabana ini?” tanya sang ratu.

“Itu, anu ratu. Emm saya susah untuk turun. Karena tubuh ku semakin berat dan gendut,” jawab Lilu dengan penuh ragu.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAH,” sekelompok lebah itu tertawa secara bersama.

“Pantas kau gemuk. Kerjaan kau hanya makan daun pohon ini dan tidur dan kita bekerja mengumpulkan makanan,” seru salah seekor lebah.

“Aku tau. Aku minta maaf,” jawab Lilu.

“Kenapa kau minta maaf ulat gemuk? Kau tak melaksanakan kesalahan. Ini pohonmu. Ini milikmu. Terserah mau kau apakan. Hanya saja. Pohon ini menjadi sangat buruk ketika kau menempatinya,” Kemudian sekelompok lebah ini pergi menginggalkan Lilu yang sedang binggung.





Periode itu sebentar lagi akan tiba. Yah, masa dimana Lilu si ulat bulu yang gendut dan berat akan bermetamorfosis binatang yang indah di pandang mata. Lilu mulai berkemas untuk menyiapkan masanya menjadi kepompong. Ia akan menghabiskan 2 ahad lebih untuk menjadi seekor binatang yang cantik. Nah sobat, pada nyatanya bagus itu selalu butuh proses. Meskipun dari lahir sudah di takdirkan cantik. Hehehehe





Malam hari telah tiba, Lilu sudah siap dengan tempatnya untuk menjalani tidur yang panjang. Bagian luar ibarat sutra yang indah. Semakin usang akan menjadi sesuatu yang indah. Lilu mulai masuk ketempatnya dan melepaskan pelindung kepalanya yang terdapat 6 mata dan ke delapan kakinya.





Keesokan paginya, kelompok semut yang sedang mencari makan sengaja melintas di depan pohon Lilu. Mereka melihat pohon Lilu penuh dengan dedaunan yang berlubang-lubang. Tapi mereka tida melihat Lilu di sana. Yang mereka lihat hanyalah sebuah kantung yang menggantung di dahan ketiga dari dahan paling bawah.

“Raja, Lilu meninggalkan pohonnya. Ia juga tak merawat pohonnya. Bukankah ia berjanji akan merawat pohonnya biar tetap indah,” protes salah seekor semut.

“Apa ya yang ada didalam kantung. Aku tidak pernah melihat yang ibarat itu. Tapi kau benar. Pohon ini sangatlah tak terawat. Esok kalau saya bertemu Lilu saya akan menegurnya,” jawab sang raja semut.





Akhirnya mereka pergi meninggalkan pohon lilu dengan perasaan iba melihat pohon itu.

Pada siang hari yang sangat terik, salah seekor lebah pekerja tak sengaja melintas di bersahabat pohon Lilu dan terkejut melihat pohon Lilu yang tak terjaga. Ia bergegas kembali dan melaporkannya pada ratu. Ketika disarang ia menyampaikan hal itu kepada sang ratu.

“Izin ratu, saya gres saja melihat pohon Lilu sangat tidak terawat. Bahkan banyak dedaunan yang berlubang,”.

“Apa kau melihat Lilu di sana?” tanya sang ratu.

“Mohon maaf ratu saya tidak melihatnya,” jawab lebah itu.

“Kemana perginya Lilu, kenapa ia tak menjaga pohonnya. Aku akan bertemu raja semut. Karena ia yang memberi izin pada lilu untuk menempati salah satu pohon di sabana ini,” sang ratu pun pergi menemui raja semut.





Ketika sudah hingga di sarang semut, ratu bergegas memanggil raja semut.

“Raja yang terhormat, kau yang memberi izin pada ulat bulu itu untuk menempati salah satu pohon di sabana ini. Lihat kini apa yang ulat bulu itu lakukan. Ia merusak keindahan salah satu pohon di sabana ini,” tegas sang ratu.





“Wahai ratu yang bijaksana. Dengarkanlah aku. Memang saya yang memberinya izin. Ia pun sudah berjanji untuk menjaga pohon itu. Aku akan menegurnya. Tapi hingga kini saya maupun anak buah ku tidak ada yang melihat Lilu. Bukankah untuk ulat bulu seukuran Lilu sangat susah untuk bergerak cepat dan turun dari pohon. Tapi mereka tidak menemukan Lilu di pohonnya. Aku akan mengirimkan anak buahku untuk menjaga pohon Lilu. Berjaga-jaga kalau ia tiba-tiba kembali ke pohonnya. Tapi ratu, apakah kau pernah melihat sebuah kantung aneh?” tanya sang raja.

“ Kantung apa yang kau maksud sang raja?” tanya balik sang ratu.

“Mereka memang tak melihat Lilu sejauh ini. Tapi yang kami temukan hanyalah sebuah kantung yang menggantung di pohon Lilu,” jawab sang raja.

“Okeh saya akan mengirimkan pasukan untuk membantumu menjaga pohon Lilu. Dan saya akan melihat bagaimana bentuk kantung itu” sang ratu kemudian pergi.





Setelah sang ratu hingga di pohon Lilu ia melihat pohon Lilu dengan rasa iba. Pohon itu tak lagi indah. Sang ratu terbang ke atas untuk mencari kantung yang dimaksud raja semut.

“Apa ini yaa kantung yang di maksud raja semut. Tapi kantung apa ini. Begitu indah dan berkilau,” Pikir sang ratu.

“Baiklah, 3 prajurit harus tinggal disini untuk menjaga pohon Lilu. Membantu kelompok semut berjaga,” titah ratu.





“Baik ratu,” jawab 3 ekor lebah yang ada di barisan paling depan.

Sang ratu tetapkan kembali ke sarang lantaran hari mulai gelap.

Seminggu telah berlalu. Para pasukan semut dan lebah yang berjaga di pohon Lilu tak juga menemukan Lilu. Sampai dedaunan yang berlubang itu kering. Sampai terganti oleh daun yang baru.

“Sudah seminggu kita disini. Dan tak juga Lilu kembali,” gerutu salah seekor semut.

“Benar. Dan kantung itu tak juga pindah dari tempatnya. Tak juga bergerak,” pendapat seekor lebah.

“Bagaimana kalau kita pindahkan kantung itu ke sarang kita. Dan meminta sang raja membukanya. Aku sangatlah ingin tau dengan isi dari kantung itu,” saran salah seekor semut. “Apa yang kau katakan. Buanglah jauh-jauh usulmu tersebut,” tiba-tiba ibu suri muncul di bawah pohon dan mengagetkan mereka ber enam.

“Mohon maaf Ibu Suri. Kami sangatlah lelah. Lilu tak kunjung kembali untuk menjaga pohonnya lagi. Lihatlah pohon ini menjadi buruk lantaran Lilu tak menjaganya,” sesal salah seekor semut. “Jadi Lilu sudah memulai tidur panjangnya,” lirih Ibu Suri.

“Apa Ibu Suri? Ibu Suri tau dimana Lilu??” seru para semut dan lebah.

“Aku tidak tahu beliau dimana. Hanya menyampaikan kalau akan melaksanakan tidur panjang. Kalau kalian lelah. Aku yang menjaga pohon Lilu. Katakana hal ini pada sang ratu dan raja kalian. Ini seruan Ibu Suri,” tegas ibu suri.

Akhirnya para semut dan lebah penjaga itu kembali dan Ibu Suri yang menjaga pohon ini.





Seminggu kemudian telah berlalu. Ibu suri dengan telaten merawat pohon Lilu. Menjaga daun yang akan tumbuh. Dan menjaga bunga yang akan siap mekar.

“Lilu, besok yaitu hari terakhirmu untuk tidur panjang,” ujar Ibu Suri.

Dan pada esok paginya Ibu Suri sangat terkejut lantaran kantung itu mulai bergerak dan robek. Ibu Suri dengan seksama melihat apa yang akan keluar dari kantung itu. Dan dikala apa yang ada didalam kantung itu keluar. Ibu Suri sangat kaget.





“Lilu, apa itu kau Lilu??” tanya Ibu Suri.

“Oh Ibu Suri. Terimakasih banyak lantaran engkau telah menjaga pohon ku dan menjagaku. Lihatlah Ibu Suri saya sudah bermetamorfosis binatang yang indah. Aku bukanlah Lilu si ulat bulu yang gendut dan berat lagi. Lihatlah Ibu Suri saya mempunyai sayap yang sebentar lagi kering. Dan saya akan sanggup terbang Ibu Suri. Aku tak akan lagi kesusahan untuk memanjat pohon. Mencari makan. Dan saya akan mempercantik pohonku dengan saya berterbangan mengelilinginya,” semangat Lilu.

“Iya nak iya..Ibu Suri mengerti. Lihatl siapa yang datang,” Ibu Suri menunjuk kelompok semut yang berjalan ke arah pohon Lilu dan kelompok lebah.

“Mohon maaf Ibu Suri. Apakah Lilu sudah kembali. Ia telah pergi begitu lama. Belum kembali pula,” tanya sang raja.

“Dan siapakah itu Ibu Suri? Apakah penghuni gres yang akan menempati pohon Lilu??” tanya sang ratu.

“Ini aku, Lilu. Aku tak kemana pun teman-teman. Aku ada disini. Di pohon ini. Maaf lantaran tak menjaga pohon ini. Aku butuh begitu banyak masakan sehingga saya tak sempat menunggu daun gres muncul kembali. Tapi pohon ini sudah kembali menjadi indah. Hehehhe,” jawab Lilu.

“Kau Lilu??? Bagaimana kau jadi ibarat itu? Kau kan gendut. Mana kantung yang menggantung di sana?” tanya salah seekor lebah.

“Aku yang berada didalam kantung itu. Untuk tidur panjang biar jadi kupu-kupu. Inilah saya sebenarnya. Aku Lilu si ulat bulu itu. Terimakasih raja semut telah memperlihatkan saya izin menempati salah satu pohon disini. Dan ratu terimakasih telah memperlihatkan penjaga untuk pohon ku. Dan ibu suri terimakasih sudah merawat kembali pohon ku dan menjagaku,” Lilu mengucapkan begitu banyak terimakasih kepada penghuni sabana ini.

“Jadi Lilu si gendut sudah bermetamorfosis cantik?” seru salah seekor semut.

“Yah teman-teman. Dan saya akan mempercantik pohon ini dengan berterbangan mengelilinginya. Dan saya sudah tidak kesusahan lagi loh untuk mencari makan. Karena saya sudah punya sayap yang bagus dan indah,” seru lilu.

“Yah Lilu, sayapmu memang indah dan cantik. Bahkan lebih indah disbanding sayap kami. Maaf Lilu lantaran kami sudah memanggilmu gendut,” ujar sang ratu.

“Ah ratu tak apa. Sayap ratu juga cantik,” jawab Lilu.





Akhirnya Lilu, kelompok semut, kelompok lebah dan Ibu Suri hidup dengan senang di Sabana itu. Ibu Suri mulai tinggal dengan Lilu di pohonnya dan kelompok semut serta lebah sangat sering bermain di pohon Lilu. Bahkan mereka menghabiskan siang mereka yang panjang sehabis bekerja untuk duduk dibawah pohon lilu secara bahu-membahu mereka bercerita ria di sana.





Hidup akan indah kalau kita sanggup saling menjaga perasaan teman-teman kita. Tak baik saling ejek. Bersabarlah, lantaran buah dari kesabaran yaitu sesuatu yang sangat indah dan besar. Dan jangan lupa, jangan merusak lingkungan ya teman-teman. Karena itu yaitu rumah bagi para binatang kecil biar tak terinjak oleh binatang yang lebih besar.


Belum ada Komentar untuk "✔ Lilu Si Ulat Bulu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel